Saturday, October 8, 2011

K800i, iPhone4, dan Ayub

Sony Ericsson K800i. Kamera tapi telepon seluler.

Selama beberapa tahun, Sony Ericsson K800i menjadi andalan saya. Daripada telepon selular, saya lebih menganggap perangkat ini sebagai kamera saku. Ya, kamera saku yang bisa menelepon, sms, dan mem-browse internet.

Dengan gaya seperti koboi mencabut pistol, kamera saku ini keluar dari kantong celana saya dan jepret, jepret, jepret! Lalu masuk kantong lagi. Di kereta api, di tengah hutan, di atas gedung, bahkan saat membonceng ojek. Saat itu rasanya keren... dan tetap keren rasanya sampai sekarang. Apalagi, kamera telepon ini didesain memiliki tombol shutter relase. Jadi kamera candybar ini tetap dipakai secara horizontal kalau mengambil foto.

Kamera saku tentunya punya keterbatasan, apalagi yang dileburkan dalam telepon genggam. Lensanya sungguh kecil walaupun dikompensasi dengan ukuran foto digital yang mencapai 3 megapixel. Ukuran terbesar untuk foto digital yang dapat diambil kamera dalam telepon saat itu.

Nah, foto-foto yang saya ambil oleh kamera saku itu memang hanya saya pergunakan sebagai dokumentasi bukan untuk dipublikasikan apalagi dicetak. Foto-foto itu juga saya pergunakan dalam blog ini. Tentunya setelah diolah lagi dengan software pengolah foto.

Setelah itu demam RIM BlackBerry datang menerpa. Walaupun saya tak suka telepon ini tapi akhirnya saya mengalah untuk beberapa alasan.

Lalu datanglah iPhone, smartphone yang awalnya ragu-ragu untuk saya miliki walaupun sudah beberapa tahun saya mulai menggunakan Apple OS.

iPhone 4. Telepon dengan berbagai aplikasi menyenangkan.

Baru beberapa minggu yang lalu, akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan telepon super canggih ini. Walaupun bekerja di Việt Nam, saya memilih untuk membelinya di Singapura karena jauh lebih murah setidaknya sekitar US$100.

Setelah mengutak-atik setting dan berbagai aplikasi, akhirnya saya akui bahwa telepon ini hampir pantas mendongkel status K800i sebagai telepon favorit, maaf, kamera saku favorit. Sebabnya, kamera ini sudah dilengkapi dengan lensa yang lebih baik dan besar foto 5 megapixel—saya anggap terlalu kecil untuk kamera secanggih ini. Lalu ada berbagai keterbatasan dalam iOS4.

Seharusnya kamera ini sudah disediakan aplikasi untuk mengolah foto. Tentunya tak perlu secanggih software pengolah foto di komputer desktop ataupun laptop. Akibatnya, berbagai penyedia aplikasi pihak ketiga membanjiri App Store. Gawatnya lagi, kamera ini tak memiliki tombol shutter release! Ah, untungnya kekecewaan saya akan diobati dengan diluncurkannya iOS5 pada pertengahan Oktober 2011 nanti. Mungkin saat itu kamera saku ini akan sepenuhnya pantas mendongkel status K800i dalam hati saya.

Dan, ah, ya... saya juga mengajukan belasungkawa untuk Steve Jobs. Yang nama dan kisahnya seperti Ayub. Pernah kehilangan segalanya lalu yang hilang itu diganti dengan segala sesuatu yang lebih baik. Selamat jalan, pasti diterima sesuai amal ibadahnya.

Monday, August 22, 2011

Selamat Makan untuk yang Tidak Berpuasa

Ada yang berbeda di dua Ramadhan terakhir. Dua tahun terakhir, saya berpuasa Ramadhan di Việt Nam yang sebagian besar penduduknya bukan muslim. Jadi, selama dua tahun ini saya berada dalam posisi yang belum pernah saya alami sebelumnya; pemeluk agama minoritas.

Lucunya, dua kesempatan puasa Ramadhan tahun ini dan tahun lalu sama sekali tak terasa berat. Ada beberapa alasan. Yang pertama, istri saya semakin rajin memasakkan sahur. Semakin hari masakannya makin lama makin lezat. Dan yang terpenting, dia memasakkan masakan yang sesuai dengan selera saya.

Selamat Menikmati. Hidangan yang disiapkan istri.

Yang kedua, karena teman-teman Việt Nam seluruhnya bukan muslim mereka beraktivitas seperti biasa. Begitu pula dengan teman-teman kantor, selain tiga orang dari Indonesia, semuanya tentunya tak berpuasa dan juga bekerja juga seperti biasa. Jadi tak ada wajah-wajah lesu di kantor yang mempengaruhi saya.

Sebagai alasan ketiga, rasa rindu akan masakan Indonesia mudah terobati dengan rekan-rekan yang mengadakan buka puasa bersama, beken disebut bukber. Dua hari lalu, Masyarakat Indonesia di HCMC dibantu Konsulat Jenderal Republik Indonesia melaksanakan buka puasa bersama. Saat itu tersedia bala-bala a.k.a. bakwan yang rasanya juara! Dan dua bulan lalu telah buka restoran khas masakan Indonesia di Hô Chí Minh City, Sari Indo namanya. Lokasinya tepatnya ada di 70 Mạc Đĩnh Chi, phường Bến Nghé, Quận 1. Atau klik untuk melihat lokasi di Google Maps.

Update: Restoran ini sudah tutup.

Sesaat sebelum adzan maghrib, tak perlu berdesak-desakan di rumah-rumah makan terdekat. Dengan santai orang-orang yang hendak membatalkan puasanya dapat memesan teh panas, kue-kue, dan atau penganan khas negeri paman Hô. Itu jadi alasan nomor empat.

Suaka rohani. Dibangun tahun 1935 oleh para pedagang dari India.  

Tahun lalu saya bersama keluarga melaksakan shalat Idul Fitri juga di kota ini, di sebuah masjid di tengah kota. Masjid yang biasa saya kunjungi karena dekat dari kantor dan dekat ke mana-mana berlokasi di 66, Đông Du, phường Bến Nghé, Quận 1. Kini masjid ini dipenuhi oleh pemeluk agama Islam dari Afrika, Persia, India, Malaysia, dan tentu saja Indonesia. Lokasi akuratnya silakan klik.

Yang keenam, dan yang paling berkesan, adalah saya bisa tersenyum lebih banyak di dua Ramadhan terakhir ini. Teman-teman kantor yang tahu saya berpuasa sering kali cengengesan sambil bercanda mengajak makan dan memeriksa perut saya apakah sudah keroncongan atau belum. Lalu mereka selalu geleng-geleng keheranan kalau tahu kalau selama ada cahaya matahari saya juga tak boleh minum. Lalu teman saya dari bagian purchasing suka sekali bergulat dengan saya untuk menguji saya lemas atau tidak. Waktu mereka tahu saya tak boleh berkata kasar, bertindak buruk, tak boleh membalas kalau digoda, dan sebagainya, mereka tertawa-tawa dan berkata jahil, "Aha! Sekarang saatnya ngegebukin Moerat!" Which they usually did.  And I feel great because they don't pity me.


Dengan berbagai kondisi yang berpotensi mempersulit shaum, nyatanya segala sesuatu malah sangat mudah. Rekan kerja makan pizza dengan aroma yang mengepul memenuhi ruangan ketika rapat di siang hari sama sekali tak membuyarkan konsentrasi. Tak pula bangkit berahi melihat kelebatan pemudi-pemudi di kota ini yang berpakaian relatif lebih terbuka dan menerawang. Juga tiada amarah yang tersulut melihat pria-pria Việt Nam menikmati berbotol-botol bir di tepi-tepi jalan.


Dugaan saya, yang saya alami di Việt Nam pasti dialami juga oleh rekan-rekan dari Indonesia. Saya duga rekan-rekan di Thailand, Burma, Laos, Kamboja, dan Filipina juga mengalaminya. 


Menjadi minoritas bukan hal yang menyulitkan apalagi mengerikan.


Kaki lima. Kedai di tepi jalan di Bangkok, Thailand.

Terbalik dengan yang terjadi di tanah air, sudah sedemikian mudahnya menjalankan ibadah puasa di bulan yang penuh rahmat, masih juga tak sanggup hawa nafsu. Atas nama Ramadhan, golongan yang kuat dan mengaku umat terbaik menggilas kaum lemah yang dituduh jahil dan munkar.

Saya tak pernah mau terganggu dengan orang-orang yang tidak puasa. Tak pernah pula mau memaksakan orang lain ikut menikmati bulan penuh rahmat dengan menurunkan tirai-tirai di rumah-rumah makan, menutup toko-toko yang menjualan penganan, apalagi sampai merusak dan meluluhlantakkannya.


Saya bersyukur karena telah memilih untuk bersikap demikian karena saya tak perlu melumuri tangan saya dengan darah dan air mata akibat menghancurkan sebuah negeri karena harus mengikuti apa yang saya percaya, membantai sebuah bangsa karena saya tak sanggup menahan lapar dan dahaga.


Dalam berbagai kisah, penyebab utama hancurnya sebuah bangsa biasanya bukan karena serbuan bangsa lain. Melainkan hancur oleh tingkah laku dan perangai buruk bangsa itu sendiri. Invasi hanya pemicu.


Jadi, untuk tak yang tidak berpuasa silakan menikmati hidangan. Tak usah sungkan.

Thursday, July 14, 2011

Sebuah Emblem

IGWT. Sebuah emblem....

Situs Letterhead Fonts yang beberapa hari ini saya kunjungi memberikan tutorial yang berguna tentang membuat lencana yang menitikberatkan pada tipografi. Mulai dari pemilihan typeface, komposisi, sampai pengolahannya. LHF juga membagi pengetahuan tentang penggunaan vektor dari Adobe Illustrator ke Photoshop. Cara-cara yang dipraktekkan LHF sederhana, boleh dibilang pengetahuan dasar, tapi efeknya optimum.

Rekan-rekan silakan berkunjung, mempelajari, dan mempraktekkan.

Wednesday, July 6, 2011

Gambar Ini Selalu Berubah....

Ganti! Entah sampai kapan gambar ini tetap ada....

Baru saja browsing ke lorempixum.com yang menyediakan contoh gambar yang selalu berubah. Tentunya lorempixum adalah plesetan dari lorem ipsum, teks yang biasanya dijadikan sebagai teks contoh. Nah, silakan coba!

Oh, ya... tentu saja gambar-gambar di situ hanya untuk dummy sebuah desain grafik. Tak bisa digunakan untuk desain akhir. Biasa, masalah hak cipta.

Kalau tak percaya, coba saja refresh artikel ini. Pasti gambarnya akan terus berubah.

Saturday, July 2, 2011

MTV Việt Nam


7.25
Saya menulis ini sembari menunggu saluran ini tayang ke dalam kanal-kanal televisi kabel. Saat saluran musik yang telah di-localize ini menerobos masuk ke Việt Nam. Well, setidaknya saya memulai menulis di saat itu....

1.45 Hari Berikutnya
Untuk kali ini, acara lokal masih tayang dua jam saja. Untuk berikutnya, jam tayangnya akan bertambah. Sedikit demi sedikit tentunya. Begitu pula dengan grafiknya, dari yang paling simple. Secara perlahan akan ditingkatkan kesulitan dan kerumitannya.

Ada sesuatu yang ajaib di saluran ini, tayang tanpa uji tayang terlebih dahulu. Pendapat saya, itu gila! Namun di sisi lain, dengan berperisai 'mati rasa', panik tak menyelinap dan atau merembes ke dalam pikiran.

Dengan segala kegilaan yang telah terjadi, saya jadi belajar banyak cara men-setup sebuah televisi baru. Bagaimana grafik ditempel ke dalam siar, promosi diselipkan, jadwal diatur, klip acara polos, dan berbagai elemen yang membuat sebuah channel menjadi utuh.

Koordinasi dengan pemilik brand juga menjadi pengalaman menarik. Gue merasa canggung dengan cara pendekatan yang mereka lakukan. Bukan salah, tapi karena tidak pernah.

Bottom line, banyak pelajaran yang didapat, namun banyak pula yang tak patut ditiru.

Tuesday, June 28, 2011

Daytum dan Nicolas Feltron

Aplikasi Daytum. Catat untuk diri sendiri

Seorang teman bercerita tentang pamannya yang senang sekali mencatat tentang apa yang telah dilalui dalam sebuah hari. Salah satunya adalah mencatat perjalanannya dari satu tempat ke tempat berikutnya. Mungkin kelihatan seperti penderita OCD namun itulah yang membuat saya semakin gemar mencatat.

Mencatat, menurut saya, berbeda dengan menuliskan catatan harian yang umumnya penuh dengan pendapat pribadi. Mencatat biasanya bisa berguna dikemudian hari bukan sekadar menumpahkan isi hati. Kalau cukup lengkap, catatan bahkan bisa dikembangkan menjadi sebuah karya ilmiah. Yep, it's sound geeky, ain't it?

Nah, seandainya paman itu bernama Nicolas Feltron, dia pasti sudah jadi idola desainer infografik saya. Feltron suka sekali mencatat kegiatannya sehari-hari. Makan apa, naik kendaraan apa, olahraga apa, apa pun. Hasilnya bisa Anda lihat di situs miliknya.

Lalu, dia pun bersama Ryan Case menciptaka Daytum yang berfungsi mencatat apa pun yang Anda inginkan. Daytum yang dirancang Feltron menyajikan data-data yang Anda input dalam berbagai infografik sederhana yang malah enak dilihat.

Anda bisa coba sendiri, tentunya Anda juga perlu self discipline ketat. Betah mengisi data terus-terusan?

Monday, June 13, 2011

Pesta Rakyat 2011

Lencana Pesta Rakyat 2011 yang tak pernah dipesan.

Saya diminta kembali untuk membantu membuatkan banner untuk Pesta Rakyat 2011 yang diselenggarakan oleh Masyindo di Hồ Chí Minh City. I think I wouldn't pass a chance to do what I like which only have little restrains, with no money involved. And that exactly what I did.

PR2011 diadakan untuk memperingati 66 tahun Indonesia Merdeka. Lucunya, Tujuhbelasan ini dilakukan di awal Juni 2011. Alasannya, tahun ini bulan Ramadhan dan bulan Agustus bedempetan. Selain itu, warga Indonesia di HCMC biasa berlibur di bulan Agustus yang bertepatan dengan libur sekolah.

Selama kegiatan berlangsung, saya hanya sanggup aktif membantu sampai matahari tepat di atas kepala. Panas matahari di Hồ Chí Minh City meluruhkan pertahanan tubuh. Baru setelah matahari condong stamina kembali ke badan.

Saya sengaja berperan serta dalam acara ini karena ingin bersenang-senang. Never for the glory nor for the fame. Lucunya, dalam skala yang lebih kecil, acara ini mengingatkan saya pada Fancy Nite, acara pesta kostum di kampus untuk merayakan rekan-rekan di wisuda. Bukan soal kegilaannya, tapi soal persiapan dan segala simpang siurnya. Dan seperti biasa, menjadi panitia ya... lebih melelahkan daripada menjadi peserta.

Saya memunggungi lensa, dalam foto Eko Hidayat.

Selain itu, PR2011 mengingatkan saya akan pertandingan basket. Bagaimana rasanya sebuah tim senyam-senyum menghapus kelelahan dan nyeri. Bagaimana rasanya seseorang larut dalam sebuah satu kesatuan untuk mencapai sebuah angan-angan. Bagaimana rasanya percaya satu sama lain.

Saya selalu percaya, kalau seseorang bergembira dan bersungguh-sungguh walau dalam sesuatu yang sederhana, something good will happen. Walau itu bukan dalam bentuk medali, piala, atau semacamnya.

Wednesday, May 4, 2011

Fotografi Bergerak yang Mempesona

Klik gambar ini untuk melihatnya bergerak!

Saya terbius oleh foto yang diolah dalam format GIF dari blog ini. Intiplah! Pemilik blog From Me to You memilih menggunakan format GIF yang lebih interchangable dibandingkan dengan format Flash. Dalam hal ini, saya setuju.

Monday, April 18, 2011

Indonesia Day, Negeri Tercinta di Việt Nam

Poster Indonesia Day, 17 April 2011, HCMC

Empat minggu yang lalu saya diajak teman saya, Yarsep Hanedi untuk membantu membuat printed matters untuk sebuah acara yang dicetuskan Konsulat Jendral Republik Indonesia dengan bekerja sama dengan Masyarakat Indonesia di Hồ Chí Minh City. Wah, kesempatan menarik untuk memberikan secuil kontribusi untuk Indonesia. Tanpa pikir panjang, saya ucapkan janji untuk turut membantu. Salah satu hasilnya adalah poster di atas. Secuil catatan soal acara ini ada di sini.

Seperti biasa, enggak cuman di Indonesia, perancangan poster juga melalui proses tarik ulur, gonta-ganti teks, dan ukuran. Tidak ada yang aneh dalam proses pendesainan berbagai urusan cetak. Nah, ada beberapa hal yang sudah saya duga soal selera lokal. Dalam perancangan itu sengaja saya 'tubrukkan' selera mereka dengan selera Indonesia dan internasional. Ternyata, ya terbukti mental! Bukan persoalan tentunya, karena 'penubrukkan' selera itu bertujuan untuk menguji seberapa jauh daya terima soal perkembangan grafik Việt Nam. Harapannya, Việt Nam sering terekspos selera grafik internasional, mereka bisa menyerap teori desain dibalik perancangan grafik.

Apa saja yang berhasil saya 'keruk' dari Indonesia Day di Việt Nam? Setidaknya, beberapa hal ini...

Heavy on Text
Saya selalu terheran-heran dengan jumlah teks dalam berbagai desain publikasi yang diterbitkan media resmi milik pemerintah, swasta, dan publik. Hampir setiap desainnya selalu heavy on text, penuh tulisan bertele-tele dan bertumpuk-tumpuk. Bukan pula desain yang menampilkan keahlian mengolah tipografi. Ditambah lagi, teks Việt Nam diperlengkapi tanda baca yang membuat typeface-nya makin meriah.

Kesannya, terlalu banyak ngoceh tanpa ada pesan yang sampai. Sulit sekali memberi pengertian bahwa poster yang menggunakan terlalu banyak teks membuat pembaca tak bisa menyerap informasi dengan optimum. Sulit juga memberi pengertian bahwa hanya media-media tertentu yang cocok menggunakan banyak teks.

White Space is A Waste
Begitu ada bidang putih selalu ingin diisi dengan warna, gambar, atau foto. Well, kalau persoalan yang satu ini, terjadi juga di tanah air. Banyak saya dengar dari rekan-rekan sejawat, klien selalu nggak pengen rugi dengan mencetak warna putih karena berarti tak menggunakan tinta.

Apakah sudah saatnya kertas, kain, spanduk, dan lain sebagainya dicetak dalam warna bukan putih? Atau tak mengerti bahwa putih itu juga warna? Atau juga tak mengerti analogi kebanyakan garam?

Fire with Everything You Got
Begitu banyaknya poster propaganda yang mereka miliki, sedikit sekali teori desain grafik yang berhasil diserap oleh masyarakat Việt Nam. Entah mengapa, tak ada yang menyadari bahwa dengan menggunakan typeface sederhana dengan treatment yang sederhana membuat penyampain pesan lebih efektif. Desain yang populer di sini adalah; typeface-nya diberi outline, 3D effects bergradasi, dan drop shadow.

Persoalan seperti itu terjadi juga di tanah air dan sering saya komentari, "Mentang-mentang bisa, enggak berarti semua boleh dipakai." Terus terang, saya selalu enggan melirik sebuah karya desain bila ada dihiasi full-effects dan full-plugins.

No Sense of Association
Soal the power of association memang agak sulit dicerna, bahkan untuk dunia desain grafik Indonesia sekalipun. Akibatnya, ketika ingin menyampaikan sesuatu tentang Indonesia, masyarakt Việt Nam memerlukan sesuatu yang sungguh-sungguh mewakili Indonesia. Tak peduli komposisi warna, typeface, dan bentuk-bentuk tertentu yang sesungguhnya bisa mewakili Indonesia.

Soal asosiasi, saya baru tahu beberapa brand yang berhasil menerapkannya. Saya beri contoh; Marlboro yang tetap berhasil mempertahankan brand-nya saat seluruh elemen grafisnya diganti dengan barcode, Bank Danamon dengan warna khas kombinasi hijau dan jingga, dan Garuda Indonesia yang menerapkan susunan sayap logonya pada ekor pesawat maskapainya.

Stiff Political Policy
Tak ada ruang bermain untuk desain dalam soal pengaturan sesuatu yang penting; harus besar dan paling atas. Soal yang satu ini, saya terpaksa angkat tangan dan tak mampu lagi berkomentar. That was strictly political, dan saya lebih baik mengalah daripada ngotot lalu menghancurkan seluruh rancangan. Soal yang satu ini, Indonesia lebih luwes.

Việt Nam dan Indonesia
Sebelum saya bekerja di Hồ Chí Minh City, semua sangkaan saya soal Việt Nam serba negatif. Namun setelah beberapa hari di Việt Nam, saya terkesan dengan banyaknya  jumlah fasilitas youth center, taman-taman berukuran lebih besar daripada lapangan sepakbola, dan akses gratis wi-fi yang lebih ngebut daripada Jakarta. Entah itu memang niat baik atau propaganda terselubung.

Hồ Chí Minh, Sukarno, Sjafei Soemardja di ITB.

Soal diplomatik, hubungan Indonesia dengan Việt Nam sudah erat sejak kepemimpinan Hồ Chí Minh dan Sukarno, saat komunisme sedang naik pamor di kawasan Asia Tenggara. Salah satu keeratan Indonesia-Việt Nam ditunjukkan dengan diundangnya Paman Hồ ke peresmian kembali Institut Teknologi Bandung, almamater Sukarno, pada 2 Maret 1959. Link foto di atas saya pinjam dari sini dan tentang ITB bisa diintip di sini.

Sunday, April 3, 2011

Kosmonot Indonesia

Di suatu sore yang mendung, saya terkejut membaca tweet Richard Branson. Dalam kicauannya, pendiri Virgin Records itu membeli asteroid Pluto melalui salah satu perusahaannya. Begini kicauannya;
 @ has expanded into many territories over the years, but we have never had our own planet before. 
Visi 'gila' ini memang khas Branson, yang memulai bisnisnya dari perusahaan rekaman. Dengan kerja keras dan kegigihannya ia membangun bisnis dari satu mimpi ke mimpi lain. Kini, ia berhasil melebarkan sayapnya sampai wisata antariksa, Virgin Galactic. Lalu, bum!, ia membeli asteroid.


Memang, link dalam kicauan tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan seperti; siapa pemilik asteroid Pluto dan kok bisa-bisanya sebuah asteroid diklaim sebagai milik sebuah pihak? Lalu, apa yang bakal terjadi bila massa planet Pluto ditambah sehingga boleh diklasifikasikan kembali menjadi planet?

Namun, aksi yang mencengangkan dari Branson itu membuat saya berpikir kembali tentang Indonesia. Jarang di antara kita yang bermimpi sampai setinggi bintang, apalagi mimpi beli asteroid. Pasti tidak ada yang berani, salah satu alasannya takut ditertawakan. Aneh, kalau orang-orang macam Branson bermimpi, kok bisa jadi kenyataan. Sedangkan mimpi-mimpi kita malah jadi dagelan.

Kemudian sebuah rasa penasaran menyelinap ke dalam benak saya. Rasanya, Indonesia juga punya kosmonot—umum disebut astronot. Saya periksa di Wikipedia dan tak ada nama astronot Indonesia di dalam daftar yang tertulis. Lho?

Makin penasaran saya crosscheck melalui Google dan aha!, ternyata status kedua astronot kita masih calon astronot. Ya, calon astronot. Mengapa kok masih calon? Ternyata mereka itu tak pernah berangkat ke antariksa.

Taufik dan Pratiwi. Foto dari wikipedia.org

Mereka adalah astronot utama Pratiwi Pujilestari Sudarmono dan astronot pengganti Taufik Akbar. Wow, astronot utamanya perempuan! Misi pemberangkatan mereka ke antariksa dibatalkan setelah meledaknya pesawat ulang-alik Challanger di tahun 1986. Wah, sayang sekali. Padahal mereka sudah dipersiapkan untuk sebuah misi yang sudah direncanakan tahun 1985.

Setelah Pratiwi dan Taufik, hingga tulisan ini dibuat tak ada lagi warga Indonesia yang menjadi astronot. Ngapain aja kita? Sibuk memperkaya diri sendiri dan melupakan ilmu pengetahuan? Fakta ini lebih mencengangkan daripada membeli asteroid Pluto.


Kebingungan yang saya alami membuat saya terlontar pada rasa penasaran berikutnya; seandainya ada warga Indonesia yang berangkat ke antariksa, maka besar kemungkinan dia muslim. Lalu, apakah hukum-hukum yang dijadikan acuan muslimin di Bumi masih berlaku di antariksa? Bagaimana seandainya astronot muslim bisa sampai ke planet lain?


Ternyata, sudah ada astronot-astronot muslim dari negara lain, termasuk dari Malaysia. Tahun 2003, Malaysia mengumumkan akan mengirim astronot ke International Space Station. Menjawab pengumuman tersebut, tahun 2006, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) dan Agensi Angkasa Negara (Angkasa) sudah berhasil menelurkan sebuah paduan untuk antariksawan muslim. Tahun 2007, Sheikh Muszaphar Sukhor berangkat ke antariksa.


Seandainya Majelis Ulama Indonesia bisa menelurkan fatwa macam fatwa yang dikeluarkan Jakim....


Dan penasaran itu mendekam dalam benak, "Ngapain aja sih kita?"

Tuesday, March 22, 2011

Virtual Set untuk FBNC



Financial & Business News Chanel, disingkat FBNC, sempat meminta desain untuk sebuah virtual set. Setelah beberapa kali bongkar pasang desain, akhirnya desain tiga dimensinya disetujui. Set ini sempat dipakai untuk Tết, tahun baru Việt Nam.

Dalam merancang sebuah set virtual, perancangnya harus mampu merancang set yang memiliki kesan kedalaman, a.k.a. depth. Hal ini bukan perkara mudah. Bidang-bidang dan garis-garis khayal harus diatur sedemikian rupa sehingga membentuk garis-garis perspektif yang memperkuat kesan kedalaman.

Soal kedalaman ini saya mempelajarinya saat mempersiapkan panggung untuk pagelaran akhir Việt Nam Idol. Berkat mas Bình yang mengajarkan bagaimana bidang, garis, pencahayaan, dan sudut pandang kamera sangat membantu kesan dalam dan besar. Sehingga panggungnya terlihat besar dan megah. Nah, dari pengalaman itulah didapat pemahaman soal kedalaman.

Jadi penting juga untuk mempelajari kedalaman dari panggung sungguhan. Cerita soal panggung VNI, bisa diintip di sini

Panggung terakhir. Latihan untuk pertunjukkan akhir VNI.

Saturday, March 19, 2011

Perjalanan ke Kamboja - Tempat yang Disinggahi


Selesai juga bagian kedua! Setelah tertunda-tunda dan terlunta-lunta, inilah yang sempat saya catat selama perjalanan dari Thành Phố Hồ Chí Minh sampai Siem Reap. Ada berapa foto yang tidak saya masukkan ke dalam infografik di atas karena akan jadi terlalu penuh. Oke, saya mulai ceritanya....

Cài Bé
Pelancong yang mengambil tur ke delta Mekong, akan mampir ke daerah ini. Cài Bé adalah kawasan pasar apung di Sông Cổ Chiên—artinya sungai Chien. Sungai ini merupakan salah satu anak dari sungai Mekong.

Berbeda dengan floating market di Thailand, pasar apung di sungai Chien bukan pasar yang berfungsi sebagai kawasan wisata. Namun pasar ini masih berfungsi sebagai pasar tradisional, setidaknya itulah yang diklaim sang pemandu. Saya sih percaya saja.

Untuk mengetahui komoditas yang dijual, setiap perahu menggantungkan barang dagangannya di ujung sebatang bambu sehingga para pedagang mengenali barang-barang yang dijual. Barang-barang yang biasa mereka jual adalah bahan pangan, mulai dari buah-buahan sampai ikan-ikanan.


Sang pemandu bercerita, hasil perdagangan ini kemudian dimuat ke kapal-kapal yang kemudian membawa barang-barang tersebut ke kota, salah satunya ke Thành Phố Hồ Chí Minh—artinya Kota Ho Chi Minh. Nah karena itu, di TP.HCM banyak sekali pasar-pasar di tepi sungai yang mengambil langsung bahan pangan itu.

Selain pasar apung, di tepi sungai kawasan Cài Bé ini juga terdapat usaha-usaha kecil. Misalnya, pabrik pembuatan permen kelapa sekaligus penyulingan tuak dan pembuatan bungkus springroll. Selain usaha, juga ada gereja-gereja yang kental dengan nuansa koloni Perancis.


Châu Đốc
Hotel apung yang kami—saya dan istri—inapi berada di tepi sungai yang membelah kota Châu Đốc. Lebih tepatnya losmen, bukan hotel. Nah, dari sini penginap bisa menikmati sore dari tempat makan di lantai atas.

Di kawasan ini banyak sekali peternak-peternak ikan yang dikelola secara tradisional. Mirip dengan peternak ikan di bendungan Jatiluhur, mereka memelihara ternak mereka di bawah tempat tinggal mereka. Saat panen, jaring yang menampung ikan-ikan tersebut akan dipindahkan ke kapal. Sehingga ikan-ikan itu tetap hidup sampai saat dijual.

Kami sempat juga mampir ke sebuah perkampungan Campa. Nah, saat melewati rumah-rumah panggung mereka banyak gadis-gadis berjilbab, memastikan ucapan pemandu yang menjelaskan bahwa penduduk perkampungan ini mayoritas muslim.


Vĩnh Xương - Kaam Samnor
Kota Vĩnh Xương adalah kota tempat kantor imigrasi Việt Nam menuju Kamboja. Pemeriksaan sama sekali tidak ketat pemeriksaan dan sangat rawan penyelundupan. Barang-barang dalam kapal sama sekali tak diperiksa. Begitu pula saat masuk Kaam Samnor. Nah saat menyeberang ke Kamboja di Kaam Samnor kami dimintai US$22 untuk biaya visa on arrival. Biaya resminya sih, US$20 tapi sang pemandu berbisik, "Dua dollar untuk pelicin. Semua biasa di sini...."

Phnom Penh
Di sini sebenarnya banyak tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi tapi kami hanya sempat ke Royal Palace dan Tuol Sleng. Karena



Saya mengalami pengalaman buruk secara psikologis di Tuol Sleng. Mengapa? Ya, karena Tuol Sleng, juga dikenal sebagi S21, adalah tempat penyiksaan saat Pol Pot berkuasa. Mengambil gambar pun saya enggan. Apalagi di tempat itu dipenuhi foto-foto tahanan sesaat sebelum dihukum mati.

Di luar pengetahuan saya, ternyata Kamboja bertanah lempung merah yang keras dan padat. Akibatnya cepat pliket karena debu tanah liat bercampur kelembaban tinggi. Mestinya saya browsing dulu kondisi alam di Kamboja... tapi nanti nggak surprise lagi ya? Enggak kaget, enggak mengalami kesan pertama secara langsung dan nyata.

Dari Phnom Penh kami berangkat ke tujuan kami berikutnya...

Siem Reap
Nah ini lah tujuan utama perjalanan kami ke Kamboja, kota dekat kawasan candi-candi era Ankor! Untuk kota Siem Reap dan candi-candi Angkor akan saya ceritakan post berikutnya. Selamat menunggu....

Sunday, March 6, 2011

Perjalanan ke Kamboja - Perlu Biaya Berapa? (Versi Indonesia)



Yuhuuu! Infografik perjalanan saya dari Vietnam ke Kamboja telah saya terjemahkan dalam bahasa Indonesia. Mengapa saya terjemahkan dalam bahasa Indonesia? Karena saya telah memutuskan untuk menuliskan segala sesuatu dalam bahasa Indonesia dengan menyisipkan istilah asing, terutama istilah yang kalau diterjemahkan malah tak dimengerti.

Untuk yang ingin menikmati infografik ini dalam bahasa Inggris, versi pertama yang saya buat, Anda bisa klik di sini.

Infografik ini juga sudah saya revisi sedikit dan ada tambahan penjelasan. Perlu ada beberapa penyesuaian untuk dapat dinikmati dalam bahasa Indonesia. Sedikit saja.

Istri saya mengkritik, "Infografiknya enggak mudah dimengerti. Bingung mulai dari mana." Betul! Infografik ini memang hanya semacam overview, sebuah peta tanpa awal dan akhir. Mengapa begitu? Karena ini masih bagian pertama yang akan segera disusul oleh bagian kedua, tentu saja dalam bahasa Indonesia.

Ada yang hendak saya minta dari Anda. Saya mohon pertolongan Anda. Mau ya? Mudah saja kok, kritik infografik ini habis-habisan! Dengan mempertimbangkan kritik Anda, saya bisa memperbaiki karya-karya saya berikutnya. Dan tentu saja, saya semakin mengerti apa yang sebenarnya Anda inginkan. Mau ya?

Terima kasih.

Untuk lebih cepat berinteraksi dengan dengan saya, Anda bisa ikuti account Twitter saya di sini.

Thursday, February 17, 2011

Perjalanan ke Kamboja - Perlu Biaya Berapa?


Tanpa sadar saya mengerjakan infografik ini dalam bahasa Inggris dan Vietnam. Bukan hendak sok-sok'an, infografik ini sudah hampir selesai ketika saya sadar bahwa tulisannya bukan dalam bahasa Indonesia. Jadi ya... kepalang tanggung. Selesaikan saja.

Infografik perjalanan ke Kamboja ini saya fokuskan pada ongkos yang telah saya keluarkan dalam US$. Mengapa dalam US$? Alasan pertama, orang Indonesia umumnya mengkonversikan berbagai mata uang ke US$ baru kemudian ke IDR. Kedua, dalam perjalanan kali ini lebih mudah menggunakan US$ daripada mata uang lain. Di Vietnam, menukar US$ tak sulit. Sedangkan di Kamboja, Anda bahkan bisa bertransaksi dengan remork, juga dikenal sebagai tuk tuk, dalam Riel dan Dollar sekaligus.

Saya sengaja tak memasukkan ongkos penerbangan, karena saya tak tahu seandainya Anda menapak tilas perjalanan saya, Anda berangkat dari kota asal yang mana. Dan saya tak tau pula, maskapai mana yang sesuai dengan selera Anda.

Perjalanan ini sebenarnya bisa dikombinasikan dengan perjalanan ke bagian tengah dan/atau Utara Vietnam. Di sana Anda bisa mengunjungi Nha Trang atau Hà Nội. Atau dari Siem Reap, Anda bisa teruskan ke Bangkok lalu ke Utara sampai ke Laos. Well, setidaknya beberapa wisatawan yang saya ngobrol bareng ada yang berencana seperti itu.

Oh, ya... saya berkeliling bersama istri saja, jadi tentu saja banyak pengeluaran yang di-share. Saya rasa, bila perjalanan dilakukan sampai 3-4 orang akan jauh lebih murah dan lebih seru.

Selamat menikmati. Dan nantikan bagian berikutnya! Ini baru bagian ongkos lho!

Thursday, February 10, 2011

2010 Telah Menjadi Tahun yang Hebat

Resolusi. Bukan kata yang tepat untuk kebulatan tekad. Karena menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia...

re·so·lu·si /résolusi/ n putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tt suatu hal: rapat akhirnya mengeluarkan suatu -- yg akan diajukan kpd pemerintah

Anyway, saya merasa tahun-tahun belakangan ini sungguh mengasyikkan. Dan yang paling mengasyikkan tentu saja tahun yang baru lewat, 2010. Ada beberapa kebulatan tekad yang terpenuhi setelah lebih dari satu tahun diniatkan.

Ya, tulisan ini terlambat dicatatkan. Tapi saya ingin mencantumkan keasyikan 2010 dalam blog ini karena saya selalu ingin memancarkan optimisme, sebuah bentuk terima kasih. Bukan keinginan-keinginan yang tak tercapai.

So this is it...

Friday, January 21, 2011

10 Tahun Mengenang Trịnh Công Sơn


Alasan Trịnh Công Sơn diberangus oleh pemerintah negeri Paman Hồ mirip dengan alasan tokoh-tokoh seni Indonesia yang dibungkam penguasa, yaitu menceritakan fakta perang yang ia lihat dengan mata kepala sendiri. Kepiluan yang tak senada propaganda penguasa.

Sơn berkisah bahwa selama seribu tahun Việt Nam dibawah kuasa adidaya Cina sejak seabad sebelum Masehi. Kemudian merdeka saat tuan Ngô sukses membendung tentara Dinasti Han yang berusaha menelan kembali wilayahnya yang memberontak. Negeri ini lalu jatuh dalam kolonisasi Prancis, dan harus menghadapi serbuan Jepang. Tapi perang Việt Nam yang pecah tahun 1950, menurut Sơn, bukan perjuangan melawan pihak asing tapi perang antara Việt Nam dengan Việt Nam. Saudara memerangi saudara.

Akibat kesaksian Sơn tentang kengerian perang yang ia sampaikan melalui lagu dan nyanyian dawai gitarnya, ia menerima hukuman kerja paksa dari pemenang Perang Việt Nam. Lepas dari dera itu dia kembali menghirup kebebasan, walaupun dengan ongkos menyelubungi cinta akan tanah airnya dengan lagu-lagu yang pilu.

Tahun 2001, ia mengembuskan nafasnya yang terakhir. Tak ada yang percaya ia wafat, apalagi hari itu tanggal 1 April, sampai akhirnya handai taulan dan sanak saudara melihat dengan mata kepalanya sendiri. Sơn bisa sedikit tersenyum karena di akhir hidupnya, pemerintah Vietnam mulai membuka hati dan mengakui Sơn sebagai tokoh bangsa. Sayang, sakit penyakit menggerogoti hidupnya. Peminum wiski ini  hidup enam puluh dua lebih sedikit.

Rakyat Việt Nam hanya memiliki sedikit nama keluarga, dan tentu saja yang paling besar dan terkenal adalah marga Nguyễn dan Trần. Nah, di Việt Nam modern, hanya dua orang yang segera dikenali dengan nama keluarganya, Paman Hô dan Trịnh Công Sơn. Berkebalikan dengan pesepakbola Maradona, yang di Argentina hanya dipanggil Diego.

Saking terkenalnya Sơn, Văn Cao sang penggubah lagu kebangsaan Việt Nam yang tinggal di Hà Nọi, mengirimkan surat kepada Sơn hanya dengan menuliskan Trịnh Công Sơn, Kota Hồ Chí Minh di amplopnya. Dan ya, Sơn yang kelahiran Huế di hari terakhir Februari 1939 itu merima surat kiriman Cao.

Sepuluh tahun Sơn tiada, namun masih banyak karya-karyanya yang belum diterbitkan. Kapankah seluruh selubung senandung sendu hati Sơn diangkat? Bilamana rakyat Việt Nam boleh mendengarkan sedu sedan dawai jiwa Sơn? Mungkin nanti, nanti....


Dirangkai dari kisah para keluarga, teman-teman dekat, dan film dokumenter buatan BBC.

Saturday, January 8, 2011

Sembilan Bulan di Việt Nam

Blublublub. Pernah merasa tenggelam oleh segala baru?

Wow! Itulah yang saya bisa katakan untuk sembilan bulan ini. Wow!

Tulisan ini memang baru saja saya terbitkan, tapi sesungguhnya tulisan ini untuk merangkum apa yang saya kerjakan selama sembilan bulan di negeri ini. Negeri yang mengajari berbagai hal-hal baru untuk saya. Membuka perspektif baru yang sama sekali tak terbayangkan.

1Jungkir Balik
April dan Mei adalah bulan-bulan penuh nganga, berbagai hal sulit saya percaya menghadang saya. Hal-hal yang tak saya duga sebelumnya. Bagaimana negeri ini sama sekali lain dengan yang saya bayangkan. Logika yang biasa saya gunakan harus disimpan untuk menerima logika-logika baru dari negeri Paman Hồ Chí Minh ini.

Yang paling ajaib adalah logika rekan-rekan kerja dalam merencana. Entah bagaimana, mereka tak bisa melihat apa yang akan terjadi beberapa bulan dan minggu ke depan. Bahkan kadang-kadang, mereka tak mampu melihat beberapa hari ke depan. Hal ini mungkin disebabkan oleh filosofi, "Tak terlihat maka tak ada."

Keajaiban berikutnya, dalam menyelesaikan masalah para pegawai hanya menerima petunjuk dari atasan. Mereka sama sekali tak memberikan kontribusinya. Apakah ini berhubungan dengan kondisi politik yang represif di negeri ini? Saya belum menemukan jawabannya.

Dua bulan pertama daftar pekerjaan kian memanjang dari tumpukan pekerjaan sebelumnya. Tumpukan ini terjadi karena sama sekali tak ada pembagian kerja dan timpangnya beban kerja serta tak sesuainya kemampuan pegawai dengan pekerjaannya.

Bulan ketiga, bum! Vietnam Idol datang. Bioskop yang akan dibuka meminta berbagai printed matters. Dan set virtual plus website untuk FBNC mulai saya buat. Di bulan ini, saya berharap telah tersedia mesin fotokopi yang bisa menduplikat manusia. Pekerjaan membludak dan hampir-hampir tak sanggup memenuhinya. Untung saja semuanya berjalan lancar.

Krakrakrak. Persiapan untuk Gala Vietnam Idol.

Bulan keempat, kelima, dan keenam seperti berenang di lautan tak bertepi. Kelelahan fisik dan mental. Bulan-bulan inilah saya sempat 'mogok' pikiran. Tak sanggup berpikir apa pun dan selalu hanya ingin makan dan tidur.

Ditambah lagi, aaargh! Gonta-gonti posisi dalam perusahan pembuat alur kerja semakin membingungkan. Apalagi, seperti yang sudah-sudah, kemampuan pegawai-pegawainya tak sesuai dengan pekerjaan yang mereka pikul. Gawat! Manajerial yang tak boleh ditiru!

Bulan kelima, yaitu bulan Agustus sekaligus Ramadan. Inilah bulan yang tak disangka-sangka sama sekali tak terasa berat. Di bulan ini saya memutuskan menukang tanpa berpikir. Kerjakan saja. Tak usah dipikir terlalu jauh.

Bulan keenam, Lebaran! Keluarga dari datang Jakarta... inilah saat yang... jungkir balik juga. Ha ha ha ha. Pergi ke sana kemari untuk menikmati liburan bersama. Seru dan melelahkan.

Byuryuryur. Terminal feri di Vũng Tau, liburan keluarga.

Bulan ketujuh. Seolah belum cukup kerumitan di kantor, Kepala Departemen Design mengundurkan diri. Otomatis pekerjaan beliau dilimpahkan pada saya. Tanggung jawab baru dan yang artinya bertambah pusing di otak bagian lain.

Kemudian, dua desainer meninggalkan posisinya di kantor. Satu karena mengundurkan diri, satu karena kontraknya habis. Huwah! Keadaan semakin gawat. Untung saja, bulan Oktober ini seorang desainer yang biasa membangung panggung diterima oleh kantor. Sebuah kelegaan.

Walaupun secara desain si rekan baru belum terasah benar, dia mampu membuat sebuah set gameshow dengan cepat, setidaknya bila dibandingkan dengan saya yang belum pernah membangun satu set pun. Keuntungan lainnya, dia berbahasa Vietnam sehingga mampu mengarahkan para pembangun panggung dengan lebih mudah. Segera saja saya serahkan pembangunan dua panggung.

ĐTGĐ. Semacam berpacu dalam melodi.

Panggung VNI. Pekerjaan besar untuk si anak baru.

Dua bulan terakhir, November dan Desember, adalah bulan yang paling melelahkan walaupun paling terkendali. Mengapa terkendali? Karena pembagian tugas mulai saya lakukan. Entah mengapa, Kepala Departemen Desain yang sebelumnya atasan saya, tak membagi-bagikan tugas dengan beban yang seimbang.

Walaupun pekerjaan di akhir tahun 2010 sama banyak dan sama rumitnya dengan bulan-bulan sebelumnya, rekan-rekan kerja mulai aktif mengambil tanggung jawab. Sehingga beban di bahu saya mulai berkurang. Walaupun memang hasilnya masih belum memuaskan. Tapi ini proses yang harus dilalui, untuk berlari harus belajar merangkak.

Di akhir tahun 2010 ini pula saya belajar membuat panggung talkshow dengan ukuran yang lebih besar dan memiliki ruang lebih dari satu. Hasilnya tentu saja belum memuaskan. Tapi saya bertekad untuk terus memperbaikinya.

A untuk Aquafina. Panggung dengan kolam air

Kemudian saya juga mempercayakan pembangunan panggung untuk sebuah pagelaran akhir Vietnam Idol pada rekan baru saya. Nah, ternyata walaupun secara teknis dia mampu, untuk selera dan pakem dia tetap harus diarahkan.

Rekan kerja saya yang satu lagi yang sebelumnya agak 'letoy' saya berikan kepercayaan lebih. Saya juga membiarkan dia berhadapan langsung dengan pemesan desain. Saya ajari juga dia untuk berargumen.  Hasilnya seperti yang saya sebutkan tadi, dia mulai aktif mengambil berbagai tanggung jawab tanpa ragu. Selera desainnya mulai berkembang.

Saya senang. Berhasil mendelegasi.

25 Desember 2010, adalah hari terakhir saya bekerja dan pertunjukkan akhir Vietnam Idol 2010. Saya menunggu-nunggu hari ini karena beberapa hari sebelumnya saya mengawasi hasil kerja rekan saya dan saya berharap besar. Melihat hasil kerja rekan saya itu semua orang senang. Sebuah kebanggaan untuk rekan saya.

Panggung terakhir. Latihan untuk pertunjukkan akhir VNI 
Di akhir acara, semua orang senang. Setelah acara selesai, saya dan istri bersiap-siap pulang ke Indonesia keesokan harinya. At the end, everything is well.


2 | Belajar Cepat
Dengan masih jungkir baliknya cara kerja di Vietnam, mereka mulai mampu mengimbangi perkembangan negara-negara lain di ASEAN. Pertumbuhan ekonominya lebih dari 7%. Lebih besar dibandingkan Indonesia. Apa yang terjadi bila mereka bekerja lebih sistematis?

Umumnya orang belajar untuk berbuat sesuatu, tapi di Vietnam saya diberikan sesuatu yang lain, yaitu belajar hal-hal yang tak patut dilakukan dan hal-hal yang bisa diperbaiki. Di sini saja belajar lebih banyak daripada dari perusahaan-perusahaan yang sudah mapan di Indonesia. So I got nothing to complain.

Soal keterampilan software, Autodesk 3DS Max dan Adobe AE menjadi dua perangkat lunak yang kini saya kuasai. Walaupun masih sangat sederhana. Namun untuk sembilan bulan ini, keterampilan saya mengendalikan perangkat lunak itu cukup memadai.

Pendidikan saya selama empat tahun di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung ternyata menjadi dasar yang kuat untuk mengerjakan berbagai pekerjaan desain. Yang paling penting dalam pendidikan saya itu adalah menerapkan sistematika berpikir. Selain itu, keterlibatan saya dalam berbagai kegiatan di kampus juga membuat saya cenderung mudah bergaul dengan berbagai kalangan. It was four great years!

Lapangan Merah. Pusat kegiatan di fakultas.

3 | Teladan
Beberapa orang tentu menjadi teladan saya di Negeri Paman Hồ ini. Mulai dari masalah koordinasi, wawasan, keterampilan, dan kekuasaan.

Sacha. Manajer produksi dan editing BHD.
Dari segi koordinasi dalam produksi saya belajar banyak Sacha, yang juga istri saya. Bagaimana babak belurnya menghubungkan satu pihak dan pihak lainnya, mengawasi jalannya produksi, dan memastikan semuanya berjalan lancar. And yet she manage to always smiling.


Delvi. Manajer produksi FBNC.
Betul, Delvi juga seorang warga Indonesia. Dari Delvi saya belajar membangun set untuk acara berita, baik set sungguhan maupun set virtual. Selain itu, saya juga suka mendengarkan cerita-cerita tentang pengalaman dia saat meliput berbagai berita dan membuat documentary features.

Đức. Masterbuilder Vietnam Studio.
Đức pendiam, hanya buka mulut kalau memberikan perintah atau ngomel. Dia mendesain hampir membangun hampir semua set milik BHD. Dia pula yang membangun bioskop milik perusahaan. Pria berjenggot kambing ini suka sekali minum bir, nah kalau mabuk baru dia berbual cerita-cerita konyol nan lucu. Dari dia saya belajar membangun panggung dan bergaul dengan para pembangun panggung.

Bình. Pemimpin BHD.
Dialah yang menggerakan perusahaan tempat saya bekerja. Bình memiliki visi yang bagus, walaupun kadang sulit menjelaskan pada anak buahnya. Memiliki pemikiran yang tepat dalam produksi. Selalu mencari jalan keluar dalam berbagai kondisi sulit. Dia juga keras mempertahankan pendapatnya dan bila merasa benar akan melakukan apa saja dalam kekuasaannya. But yes, he also bow before God. Dari dia saya belajar tirani.

4Perpanjangan Tangan
Inilah dua rekan kerja saya di bagian Desain. Sebenarnya ada seorang lagi, sayang dia datang setelah sembilan bulan jadi cerita tentang dia nanti saja.

Kiệt. Desainer soal cetak mencetak.
Dia lebih mudah daripada saya, namun dari Kiệt saya belajar bahasa Vietnam dan seluk beluk perusahaan. Dialah yang selalu memperbaiki berbagai tulisan Vietnam yang saya tulis. Sebagai gantinya saya ajari semua yang dia minta.

Thien. Desainer soal panggung.
Thien si anak baru yang sudah dibebani berbagai pekerjaan berat. Dan sanggup! Dari dia belajar berbagai material yang dipergunakan dalam membangun panggung dan cara mengakalinya. Selain membangun panggung dia juga seorang barber.

5 | Syukur
Semua serba membingungkan di negeri ini. Namun Vietnam membuat saya menyadari bahwa mengeluh tak membuat saya sampai di tujuan. Vietnam mengajari saya untuk raise and lead. Vietnam juga mengajarkan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat berkecukupan. Dan Vietnam membuat saya selalu berucap syukur.