Tuesday, April 27, 2010

Xin Chào Việt Nam




















Selamat pagi Hồ Chí Minh City,

Sejak bulan April 2010 saya pindah dari Majalah U—salah satu anak perusahaan P.T. Tempo Inti Media Tbk.— ke sebuah rumah produksi di Việt Nam. Sebuah langkah penting yang perlu saya ambil untuk diri saya sendiri. Betul, untuk diri saya sendiri.

1 | Di Belakang Layar
Sejak saya mengundurkan diri di awal bulan Maret 2010, banyak yang bertanya mengapa saya pindah. Satu alasan sudah saya sebutkan sebelumnya, alasan lainnya adalah belahan jiwa saya juga ditawari pekerjaan di perusahaan tempat saya sekarang bekerja. Sekali jaring sekeluarga terangkut. Ha ha ha.

Alasan yang kedua sudah tak perlu diperdebatkan, saya pusatkan saja cerita ini pada alasan pertama. Empat belas bulan sebelum saya mengundurkan diri, saya sudah berniat untuk mencari pengalaman baru dengan bekerja tidak di Indonesia.

Hmmm, jadi bukan karena alasan-alasan yang tidak menyenangkan? Bukan, bukan. Tentu saja bukan. Perusahaan lama saya tentu saja tidak sempurna, tapi saya tak ingin menggunakan itu sebagai sebagai alasan. Lagipula, di luar ketidaksempurnaannya, saya sangat, sangat, sangat menyukai tempat saya bekerja itu.











Bukan dadakan juga? Ya, enggak dong! Lagian, saya tidak suka grasak-grusuk.

Oh iya, empat belas bulan sebelumnya ya? Cukup lama juga.... Well, relatif nggak sih? Kalau tidak dirasakan, waktu pasti cepat berlalu. Sebenarnya, kalau empat belas bulan lalu tidak ada aral yang melintang, pasti saat itu saya sudah tidak di Indonesia.

Ya, saat itu sebenarnya saya sudah siap berangkat ke negeri tetangga. Sebagian juga sudah saya beri tahu, tapi karena belum resmi jadi saya tidak menyebarluaskannya. Sayang, saya tidak mendapatkan lampu hijau dari pemerintah negara tempat saya akan bekerja. Cita-cita saya pun belum kesampaian.

Lima bulan setelah saya batal ke negeri tetangga, saya di pindahkan ke Majalah U. Tempat yang sungguh-sungguh menarik karena saya belajar banyak hal baru dan juga mendapat teman baru. Lebih jauh lagi, tempat itu pula yang membuka mata saya pada perspektif yang lebih luas dan meyakinkan saya untuk mencari pengalaman baru dengan tidak di Indonesia. Kalau pindah ke anak perusahaan saja membuka perspektif baru yang begitu luas, saya yakin, pindah ke negara baru pasti lebih dahsyat lagi.

Sembari menimba pengalaman di Majalah U, saya terus mencari-cari kesempatan untuk menggapai cita-cita saya. Dan seperti orang pada umumnya, internetlah yang jadi gerbangnya. Namun, beberapa bulan di majalah itu, saya belum mendapatkan tawarnan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian saya lalu pekerjaan mulai menimbuni saya.

Lalu kesempatan itu datang begitu saja. Better than the plan I had. Saya dan istri bisa pindah sekaligus ke negeri tetangganya tetangga; Việt Nam. Memang kondisi negara itu tak sesuai dengan keinginan awal saya, namun masih sejalan dengan cita-cita saya. Tapi saya yakin, ini pasti tawaran Yang Maha Kuasa. Tak perlu pertimbangan lagi, saya ambil!

Dalam satu bulan sebelum kepindahan, kami segera menyelesaikan hal-hal yang harus diselesaikan. Wah, hampir pecah kepala. Syukur, semuanya lancar.

2 | Di Atas Geladak
Culture clash. Seperti yang diduga sebelumnya, penyesuaian bahasa dan budaya menjadi kendala paling sulit yang akan dihadapi di kantor baru ini.

Lalu bagaimana cara mengatasinya? Hmmm, ya seperti yang biasa saya lakukan saat menghadapi hal baru. Belajar. Belajar. Dan Belajar.

Saya lebih mudah belajar dari teks. Jadi hal pertama yang saya lakukan adalah belajar membaca dan menulis dilanjutkan dengan mengucapkannya. Untungnya, bahasa Việt Nam ditulis dalam huruf latin yang sedikit dimodifikasi dengan tanda-tanda baca. Mirip dengan cara bangsa semitik memberikan tanda baca pada huruf gundul. Bisa di cek di mbah Gugel atau Jeng Wiki.

Setelah mengerti cara membacanya, cara pengucapannya lebih menarik lagi. Kalau banyak bahasa yang umum kita kenal membuat lidah kita terbelit, pengucapan tiếng Việt membuat hidung kita tersumbat. Selain pengucapannya harus tepat, nada yang dilantunkan juga harus tepat. Nah, itulah gunanya tanda-tanda baca tadi.

Bagaimana dengan budaya kerja? Ini dia yang menarik. Mereka punya tidur siang! Tapi kalau sedang bekerja sih giat. Setidaknya rekan-rekan satu bagian saya. Tapi saya pikir, selalu saja ada orang yang rajin dan orang yang malas. Jadi saya enggak mau menggeneralisir sifat orang-orang Việt Nam. Orang Indonesia juga ada yang malas dan ada yang rajin kan?

Nah, yang relatif sulit adalah mengarahkan rekan-rekan kerja. Di negeri sendiri saja sulit mengarahkan rekan senegara, apalagi di Việt Nam yang budayanya sedikit berbeda. Untungnya bahasa visual selalu lebih mudah dimengerti, hanya perlu sedikit disesuaikan dengan nilai-nilai lokal.

Saya perlu berterima kasih pada teman saya yang adalah penulis cerita di Komikir. Ia mengingatkan saya untuk membuat timeline supaya rekan-rekan kerja saya mengetahui kapan pekerjaan mereka harus selesai dan sekaligus memberikan gambaran beban kerja mereka. Phew, that's really useful.










Hasilnya bagaimana? Sama sekali belum memuaskan. Ada beberapa penyebab. Pertama, jelas-jelas saya masih disorientasi. Sebulan pertama ini saja terjengkang dan terjungkal melihat cara kerja mereka yang sama sekali nggak saya mengerti. Namun, saya menahan diri supaya sifat sotoy saya tak keluar.

Kedua, masih belum ada tata kerja yang baku. Dan saya nggak ingin memaksakan tata cara kerja selama ini saya ketahui, walaupun hal itulah yang paling mudah untuk saya. Lagi pula, saya ingin rekan-rekan saya mandiri.

Ketiga, karena tak mulusnya koordinasi dengan bagian lain, pekerjaan datang bertubi-tubi dan menumpuk karena tak cukup sumber daya dan waktu. Untungnya, sudah ada rapat bulanan untuk koordinasi.

Klasik ya? Betul.

Ada sisi menariknya enggak sih? Oh, ada dong! Huruf-huruf dengan tanda-tanda bacanya. Dengan tanda-tanda baca itu, terbuka kesempatan untuk permainan tipografi yang menarik. Saya selalu senang tipografi, jadi melihat huruf-huruf khas Việt membuat semangat saya membara.










Selain persoalan komunikasi visual, saya juga senang sejarah. Oleh karena itu, saya tertarik belajar sejarahViệt Nam, mulai dari akar kebudayaan mereka sampai binatang-binatang mistis. Mulai dari budaya makan sampai jenis-jenis tumbuhan yang mewakili kebudayaan Việt Nam.

Yang membuat saya cengar-cengir adalah tiga jenis naga yang mewakili tiga pendiri dinasti besar di Việt Nam. Semuanya sama! Yang membedakan adalah mukanya. How the hell should I know? Har har har.

3 | Di Depan Haluan
Ada beberapa hal yang sudah terlihat. Yang paling utama adalah memperbaiki sistem kerja, sebelum semuanya menjadi krisis. Dalam hal ini 7 Habits of Highly Effective People semakin terasa kegunaanya.

Dan saya merasa perlu melongok ke belakang dan meminta nasehat dari orang-orang yang menjadi panutan saya. Selain itu, saya juga perlu ngobrol dengan teman-teman yang sudah lama berkecimpung dalam production house.

4 | Di Balik Cakrawala
Belum terlihat apa-apa, tapi saya yakin ada sesuatu yang menarik.