Sunday, April 3, 2011

Kosmonot Indonesia

Di suatu sore yang mendung, saya terkejut membaca tweet Richard Branson. Dalam kicauannya, pendiri Virgin Records itu membeli asteroid Pluto melalui salah satu perusahaannya. Begini kicauannya;
 @ has expanded into many territories over the years, but we have never had our own planet before. 
Visi 'gila' ini memang khas Branson, yang memulai bisnisnya dari perusahaan rekaman. Dengan kerja keras dan kegigihannya ia membangun bisnis dari satu mimpi ke mimpi lain. Kini, ia berhasil melebarkan sayapnya sampai wisata antariksa, Virgin Galactic. Lalu, bum!, ia membeli asteroid.


Memang, link dalam kicauan tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan seperti; siapa pemilik asteroid Pluto dan kok bisa-bisanya sebuah asteroid diklaim sebagai milik sebuah pihak? Lalu, apa yang bakal terjadi bila massa planet Pluto ditambah sehingga boleh diklasifikasikan kembali menjadi planet?

Namun, aksi yang mencengangkan dari Branson itu membuat saya berpikir kembali tentang Indonesia. Jarang di antara kita yang bermimpi sampai setinggi bintang, apalagi mimpi beli asteroid. Pasti tidak ada yang berani, salah satu alasannya takut ditertawakan. Aneh, kalau orang-orang macam Branson bermimpi, kok bisa jadi kenyataan. Sedangkan mimpi-mimpi kita malah jadi dagelan.

Kemudian sebuah rasa penasaran menyelinap ke dalam benak saya. Rasanya, Indonesia juga punya kosmonot—umum disebut astronot. Saya periksa di Wikipedia dan tak ada nama astronot Indonesia di dalam daftar yang tertulis. Lho?

Makin penasaran saya crosscheck melalui Google dan aha!, ternyata status kedua astronot kita masih calon astronot. Ya, calon astronot. Mengapa kok masih calon? Ternyata mereka itu tak pernah berangkat ke antariksa.

Taufik dan Pratiwi. Foto dari wikipedia.org

Mereka adalah astronot utama Pratiwi Pujilestari Sudarmono dan astronot pengganti Taufik Akbar. Wow, astronot utamanya perempuan! Misi pemberangkatan mereka ke antariksa dibatalkan setelah meledaknya pesawat ulang-alik Challanger di tahun 1986. Wah, sayang sekali. Padahal mereka sudah dipersiapkan untuk sebuah misi yang sudah direncanakan tahun 1985.

Setelah Pratiwi dan Taufik, hingga tulisan ini dibuat tak ada lagi warga Indonesia yang menjadi astronot. Ngapain aja kita? Sibuk memperkaya diri sendiri dan melupakan ilmu pengetahuan? Fakta ini lebih mencengangkan daripada membeli asteroid Pluto.


Kebingungan yang saya alami membuat saya terlontar pada rasa penasaran berikutnya; seandainya ada warga Indonesia yang berangkat ke antariksa, maka besar kemungkinan dia muslim. Lalu, apakah hukum-hukum yang dijadikan acuan muslimin di Bumi masih berlaku di antariksa? Bagaimana seandainya astronot muslim bisa sampai ke planet lain?


Ternyata, sudah ada astronot-astronot muslim dari negara lain, termasuk dari Malaysia. Tahun 2003, Malaysia mengumumkan akan mengirim astronot ke International Space Station. Menjawab pengumuman tersebut, tahun 2006, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) dan Agensi Angkasa Negara (Angkasa) sudah berhasil menelurkan sebuah paduan untuk antariksawan muslim. Tahun 2007, Sheikh Muszaphar Sukhor berangkat ke antariksa.


Seandainya Majelis Ulama Indonesia bisa menelurkan fatwa macam fatwa yang dikeluarkan Jakim....


Dan penasaran itu mendekam dalam benak, "Ngapain aja sih kita?"

No comments: