Selesai juga bagian kedua! Setelah tertunda-tunda dan terlunta-lunta, inilah yang sempat saya catat selama perjalanan dari Thành Phố Hồ Chí Minh sampai Siem Reap. Ada berapa foto yang tidak saya masukkan ke dalam infografik di atas karena akan jadi terlalu penuh. Oke, saya mulai ceritanya....
Cài Bé
Pelancong yang mengambil tur ke delta Mekong, akan mampir ke daerah ini. Cài Bé adalah kawasan pasar apung di Sông Cổ Chiên—artinya sungai Chien. Sungai ini merupakan salah satu anak dari sungai Mekong.
Berbeda dengan
floating market di Thailand, pasar apung di sungai Chien bukan pasar yang berfungsi sebagai kawasan wisata. Namun pasar ini masih berfungsi sebagai pasar tradisional, setidaknya itulah yang diklaim sang pemandu. Saya sih percaya saja.
Untuk mengetahui komoditas yang dijual, setiap perahu menggantungkan barang dagangannya di ujung sebatang bambu sehingga para pedagang mengenali barang-barang yang dijual. Barang-barang yang biasa mereka jual adalah bahan pangan, mulai dari buah-buahan sampai ikan-ikanan.
Sang pemandu bercerita, hasil perdagangan ini kemudian dimuat ke kapal-kapal yang kemudian membawa barang-barang tersebut ke kota, salah satunya ke Thành Phố Hồ Chí Minh—artinya Kota Ho Chi Minh. Nah karena itu, di TP.HCM banyak sekali pasar-pasar di tepi sungai yang mengambil langsung bahan pangan itu.
Selain pasar apung, di tepi sungai kawasan Cài Bé ini juga terdapat usaha-usaha kecil. Misalnya, pabrik pembuatan permen kelapa sekaligus penyulingan tuak dan pembuatan bungkus
springroll. Selain usaha, juga ada gereja-gereja yang kental dengan nuansa koloni Perancis.
Châu Đốc
Hotel apung yang kami—saya dan istri—inapi berada di tepi sungai yang membelah kota Châu Đốc. Lebih tepatnya losmen, bukan hotel. Nah, dari sini penginap bisa menikmati sore dari tempat makan di lantai atas.
Di kawasan ini banyak sekali peternak-peternak ikan yang dikelola secara tradisional. Mirip dengan peternak ikan di bendungan Jatiluhur, mereka memelihara ternak mereka di bawah tempat tinggal mereka. Saat panen, jaring yang menampung ikan-ikan tersebut akan dipindahkan ke kapal. Sehingga ikan-ikan itu tetap hidup sampai saat dijual.
Kami sempat juga mampir ke sebuah perkampungan Campa. Nah, saat melewati rumah-rumah panggung mereka banyak gadis-gadis berjilbab, memastikan ucapan pemandu yang menjelaskan bahwa penduduk perkampungan ini mayoritas muslim.
Vĩnh Xương - Kaam Samnor
Kota Vĩnh Xương adalah kota tempat kantor imigrasi Việt Nam menuju Kamboja. Pemeriksaan sama sekali tidak ketat pemeriksaan dan sangat rawan penyelundupan. Barang-barang dalam kapal sama sekali tak diperiksa. Begitu pula saat masuk Kaam Samnor. Nah saat menyeberang ke Kamboja di Kaam Samnor kami dimintai US$22 untuk biaya
visa on arrival. Biaya resminya sih, US$20 tapi sang pemandu berbisik, "Dua dollar untuk pelicin. Semua biasa di sini...."
Phnom Penh
Di sini sebenarnya banyak tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi tapi kami hanya sempat ke
Royal Palace dan Tuol Sleng. Karena
Saya mengalami pengalaman buruk secara psikologis di Tuol Sleng. Mengapa? Ya, karena Tuol Sleng, juga dikenal sebagi S21, adalah tempat penyiksaan saat Pol Pot berkuasa. Mengambil gambar pun saya enggan. Apalagi di tempat itu dipenuhi foto-foto tahanan sesaat sebelum dihukum mati.
Di luar pengetahuan saya, ternyata Kamboja bertanah lempung merah yang keras dan padat. Akibatnya cepat
pliket karena debu tanah liat bercampur kelembaban tinggi. Mestinya saya browsing dulu kondisi alam di Kamboja... tapi nanti nggak
surprise lagi ya?
Enggak kaget,
enggak mengalami kesan pertama secara langsung dan nyata.
Dari Phnom Penh kami berangkat ke tujuan kami berikutnya...
Siem Reap
Nah ini lah tujuan utama perjalanan kami ke Kamboja, kota dekat kawasan candi-candi era Ankor! Untuk kota Siem Reap dan candi-candi Angkor akan saya ceritakan
post berikutnya. Selamat menunggu....